KPR syariah yang menjadi produk perbankan syariah menyimpan tanda tanya besar. Sebagian orang menilai produk ini sebagai solusi paling aman untuk mewujudkan hunian keluarga ekstra instan, yang bebas dari riba. Di sisi lain, banyak kalangan yang mulai mempertanyakan kehalalannya. Mengingat tabulasi akhir yang harus dibayarkan nasabah KPR kepada bank syariah sama persis dengan tabulasi pada KPR konvensional.
Tinjauan Syari’at
Gambaran singkat KPR melalui perbankan atau lembaga pembiayaan, biasanya melibatkan tiga pihak, yaitu anda sebagai nasabah, developer dan bank atau PT finance. Ini berlaku baik dalam sistem konvensional maupun syariah.
Setelah melalui proses administrasi, biasanya anda diwajibkan membayar uang muka (DP) sebesar 20%. Setelah mendapatkan bukti pembayaran DP maka bank terkait akan melunasi sisa pembayaran rumah sebesar 80%. Tahapan selanjutnya sudah dapat ditebak, yaitu anda menjadi nasabah bank terkait.
Secara sekilas akad di atas tidak perlu dipersoalkan. Terlebih berbagai lembaga keuangan syariah mengklaim bahwa mereka berserikat (mengadakan musyarakah) dengan anda dalam pembelian rumah tersebut. Anda membeli 20% dari rumah itu, sedangkan lembaga keuangan membeli sisanya, yaitu 80%. Dengan demikian, perbankan menerapkan akad musyarakah (penyertaan modal). Dan selanjutnya bila tempo kerjasama telah usai, lembaga keuangan akan menjual kembali bagiannya yang sebesar 80% kepada anda.
Namun bila anda cermati lebih jauh, niscaya anda menemukan berbagai kejanggalan secara hukum syari’at. Berikut kesimpulan terkait beberapa hal yang layak untuk dipersoalkan secara hukum syari’at:
1. Dalam aturan syariat, barang yang dijual secara kredit, secara resmi menjadi milik pembeli, meskipun baru membayar DP.
2. Nilai 80% yang diberikan bank, hakekatnya adalah pinjaman BUKAN kongsi pembelian rumah. Dengan alasan:
a. Bank tidak diperkanankan melakukan bisnis riil. Karena itu, bank tidak dianggap membeli rumah tersebut.
b. Dengan adanya DP, sebenarnya nasabah sudah memiliki rumah tersebut.
c. Dalam prakteknya, bank sama sekali tidak menanggung beban kerugian dari rumah tersebut selama disewakan.
3. Konsep KPR syariah tersebut bermasalah karena:
a. Uang yang digunakan untuk melunasi pembelian rumah statusnya utang (pinjaman) dari bank.
b. Nasabah berkewajiban membayar cicilan, melebihi pinjaman bank.
c. Jika bank syariah menganggap telah membeli rumah tersebut maka dalam sistem KPR yang mereka terapkan, pihak bank melanggar larangan, menjual barang yang belum mereka terima sepenuhnya.
Keterangan di atas adalah ringkasan dari artikel yang diulas Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri dalam majalah Pengusaha Muslim edisi 24 (terbit Februari 2012)
BERLANGGANAN MAJALAH PENGUSAHA MUSLIM
Bagi anda yang memiliki kepedulian terdapat kondisi perbankan syariah di negara kita, kami mengajak untuk bersama-sama memahami kondisi riil perbankan syariah.
Untuk mengetahui studi kritis tentang penbankan syariah lebih mendalam, anda bisa membaca majalah pengusaha muslim edisi 24 dan 25, yang secara khusus mengupas studi kritis perbankan syariah.
Berikut rincian tema artike yang dikupas di Majalah Pengusaha Muslim pada dua edisi tersebut:
Edisi Khusus (24)
Tema edisi Februari : mengkritisi bank syariah (jilid satu), dengan menghadirkan pembahasan:
a. Transaksi halal di bank
b. Studi kritis wadiah bank syariah (kamuflase istilah)
c. Hakekat KPR syariah (hukum & solusi)
d. Gadai emas (antara fatwa DSN MUI & praktek bank syariah)
e. Serba-serbi zakat tabungan
f. Haruskah umat islam membuat bank? (antara UU perbankan & prakteknya)
g. Kriteria bank syariah menurut ulama kontemporer
h. Lima orang terlaknat karena riba
i. Testimoni mantan praktisi dan nasabah bank syariah
Plus beberapa artikel umum tentang SEO google & bisnis online. Semuanya disajikan dalam 96 halaman.
Edisi Khusus (25)
Tema edisi MARET : mengkritisi bank syariah (jilid dua), dengan menghadirkan pembahasan:
a. Mudhrabah Bank syariah, berbagi riba berkedok syariah
b. Hakekat Murabahah Bank Syariah: Trsansaksi riba terselubung
c. Qardhul Hasan Bank syariah: Penyalahgunaan dana zakat
d. Hukum menabung di bank: Adakah celah untuk halal?
e. Fatwa ulama: Cara halal menyalurkan riba
f. Studi komparatif: Praktek bank syariah Vs DSN MUI
g. Kajian tafsir: Tahapan pengharaman riba
h. Sukuk Ritel: Tinjauan kritis Fatwa DSN MUI
i. Reksadana Syariah: Investasi bermasalah secara syariah
j. 9 Kiat bebas utang
k. kartu diskon: antara halal & haram
Serta tidak ketinggalan, konten umum tentang Keuangan, SEO google & bisnis online. Semuanya disajikan dalam 96 halaman.
Pesan Majalah
Anda bisa memesan Majalah Pengusaha Muslim untuk edisi 24, 25, dan 26 sekarang juga.
Harga dan Ongkir
Harga majalah edisi khusus:
Beli langsung: @ Rp 28.000
Pesan antar: @ Rp 30.000 (free ongkir jawa) & Rp 33.000 (free ongkir luar jawa)
Hubungi:
Anda bisa berkunjung di brosur kami: http://majalah.pengusahamuslim.com/
e-mail: [email protected]
HP: 081567989028
versi e-book
Anda juga bisa mendapatkan majalah Pengusaha Muslim versi e-book. Etalase e-book majalah Pengusaha Muslim ada di: http://shop.pengusahamuslim.com/
Demikian, semoga bermanfaat. Ya Allah mudahkanlah langkah kami untuk membangun ekonomi umat yang berbasis syariah.